Rabu, 13 Agustus 2014

BADAN BADAN HAM PERSERIKATAN BANGSA BANGSA



   Sejarah berdirinya PBB.

    Perang Dunia I dan Perang Dunia II merupakan malapetaka kemanusiaan terburuk sepanjang sejarah peradaban manusia. Perang Dunia ke I dan ke 2 menelan korban puluhan juta jiwa. Untuk mencegah terjadinya perang, masyarakat internasional, dalam hal ini negara-negara sadar betapa pentingnya suatu organisasi internasional yang mempunyai fungsi dan tanggung jawab kolektif dalam menjaga perdamaian dunia. Liga Bangsa Bangsa ( LBB ) adalah sebuah organisasi internasional yang didirikan setelah Perang Dunia I sebagai suatu badan yang bertugas menjaga dan menjamin perdamaian dan keamanan internasional serta melindungi hak asasi manusia. Liga Bangsa-Bangsa didirikan setelah Konferensi Perdamaian Paris 1919, tepatnya pada 10 Januari 1920. Dasar pendiriannya adalah “The Covenant of the League of Nations” ( Kovenan LBB ). Berdasarkan Kovenan LBB, tujuan utama Liga adalah memajukan kerjasama internasional dan untuk mencapai perdamaian serta keamanan internasional” melalui sistem keamanan kolektif. Sistem keamanan kolektif ini termasuk tindakan pelucutan senjata, penyelesaian sengketa secara damai dan perang yang tidak mengikuti hukum serta sanksi-sanksi yang diberikan.[1]          
Gagasan untuk mendirikan LBB dicetuskan Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson, namun Amerika Serikat sendiri kemudian tidak pernah bergabung dengan organisasi ini. Sebanyak empat puluh dua negara menjadi anggota saat LBB didirikan. Dua puluh tiga diantaranya tetap bertahan sebagai anggota hingga LBB dibubarkan pada 1946. Dalam bidang hak asasi manusia, Kovenan LBB memuat ketetapan-ketetapan mengenai mekanisme kerja organisasi serta perlindungan terhadap hak-hak manusia. Ketetapan-ketetapan perlindungan hak-hak manusia yang dimaksud adalah menetapkan kondisi kerja yang manusiawi pada individu, larangan perdagangan wanita dan anak-anak, pencegahan dan pengendalian penyakit, serta perlakuan yang adil terhadap penduduk pribumi dan daerah jajahan (sistem mandat). Pasal 22 Kovenan LBB membentuk Sistem Mandat yang diterapkan terhadap bekas wilayah-wilayah jajahan dan negara-negara yang kalah pada Perang Dunia ke-I.[2] Berdasarkan sistem ini, bekas koloni tersebut ditempatkan di bawah Mandat LBB dan dikelola oleh negara-negara pemenang perang.
Dalam susunan organisasi, LBB mempunyai empat badan utama yaitu Majelis, Dewan, Sekretariat, dan Mahkamah Internasional.
Sedangkan sifat dari keanggotaan LBB adalah
ada anggota tetap dan tidak tetap. Dalam menjalankan tugasnya, LBB mengalami banyak kendala. Dalam menyelesaikan masalah sengketa misalnya, Kovenan mengajukan upaya-upaya penyelesaian secara damai. Jika ada suatu negara yang mengambil jalan perang berarti negara tersebut telah melanggar upaya penyelesaian secara damai dan seharusnya dikenakan sanksi. Namun keputusan bahwa suatu negara dianggap telah melanggar upaya penyelesaian secara damai, diserahkan kepada negara –negara anggotanya. Anggota LBB yang memutuskan apakah telah terjadi suatu pelanggaran, sehingga dalam hal penerapan sanksi berdasarkan Kovenan, tergantung pada situasi para anggota. Sanksi militer dapat diusulkan oleh Dewan namun keputusan akan dilaksanakan atau tidak sanksi tersebut, diserahkan kepada negara-negara anggotanya.[3] Banyak negara-negara anggota yang bersikap apatis dan enggan dalam menjalankan kewajibannya. Akibat lemahnya penerapan sanksi-sanksi tersebut, progam-program pelucutan bersenjata LBB juga mengalami kegagalan karena banyak negara-negara yang memilih jalan perang untuk menyelesaikan sengketa. LBB tidak mempunyai alat kekuasaan yang nyata untuk memaksa suatu negara yang menentangnya, tunduk kembali ke LBB. LBB tidak mempunyai angkatan bersenjata dan bergantung kepada kekuatan internasional untuk menjaga agar resolusi-resolusinya dipatuhi. LBB juga dianggap tidak mempunyai karakter yang universal karena dihambat oleh ketidakikutsertaan Amerika Serikat sebagai anggota. Berdasarkan hal tersebut tujuan LBB menjadi sumir dari soal-soal perdamaian menjadi soal politik belaka. Negara-negara besar yang menjadi anggota, menggunakan LBB untuk kepentingan politiknya. Keberhasilan LBB dalam bidang ekonomi, negara mandat, hak-hak manusia dan lain sebagainya pada akhirnya tertutupi dengan kegagalan badan ini untuk mencegah pecahnya Perang Dunia ke II. Pecahnya Perang Dunia II memperjelas keadaan bahwa LBB telah gagal dalam menjalankan tugasnya untuk menjaga keamanan dan perdamaian internasional. Setelah Perang Dunia II, pada 18 April 1946, LBB resmi dibubarkan dan digantikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa        ( PBB ).
PBB didirikan di San Francisco pada 24 Oktober 1945, sebagai organisasi pengganti LBB atas inisiatif para negara pemenang perang Dunia II dan sebagai reaksi atas penderitaan kemanusiaan yang disebabkan oleh perang. Dasar  pendirian PBB adalah United Nations Charter atau dikenal dengan Piagam PBB. Tujuannya adalah memfasilitasi kerjasama dalam hukum internasional, keamanan internasional, pembangunan ekonomi, kemajuan sosial, hak asasi manusia, dan pencapaian perdamaian dunia. Tujuan tersebut dapat dilihat pada Pasal 1 Piagam PBB. Dalam tersebut dijelaskan bahwa tujuan PBB adalah :

  1. Memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Berdasarkan tujuan itu PBB melakukan tindakan-tindakan bersama yang efektif untuk mencegah dan melenyapkan ancaman-ancaman terhadap pelanggaran-pelanggaran perdamaian, mencari penyelesaian terhadap pertikaian-pertikaian internasional, keadaan-keadaan yang dapat menggangu perdamaian akan menyelesaikan dengan jalan damai, sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan hukum internasional.
  2. Mengembangkan hubungan bersahabat antara negara-negara berdasarkan  penghargaan atas prinsip-prinsip persamaan hak dan hak rakyat untuk menentukan nasib sendiri dan melakukan tindakan-tindakan yang sesuai untuk memperkuat perdamaian dunia. 
  3. Mencapai kerjasama internasional dalam memecahkan berbagai masalah internasional pada bidang ekonomi, sosial, budaya dan kemanusiaan dan dalam memajukan dan mendorong penghormatan terhadap HAM dan kebebasan dasar bagi semua  manusia tanpa adanya perbedaan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama.
  4. Menyelaraskan tindakan-tindakan bangsa-bangsa dalam mencapai tujuan bersama.

Dalam Mukadimah Piagam PBB menyatakan bahwa seluruh anggota PBB menyatakan tekad mereka untuk memperteguh kepecayaan terhadap hak asasi manusia, pada martabat dan harga diri manusia, pada persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dan bagi segala bangsa yang besar dan yang kecil.[4] Sejumlah Pasal-Pasal dalam Piagam PBB mengacu kepada hak asasi manusia dan kebebasan dasar. Seperti Pasal 8 Piagam PBB, yang menyatakan bahwa PBB tidak membatasi hak pria dan wanita untuk dapat berpartisipasi dalam kapasitas apapun, berdasarkan asas kesetaraan, dalam badan-badan utama maupun badan-badan pelengkapnya ( subsidiary bodies ). Sedangkan Pasal 56 Piagam PBB menyatakan  bahwa semua anggota PBB berjanji untuk secara bersama-sama atau sendiri-sendiri, melalui kerjasama dengan PBB untuk mencapai tujuan-tujuan yang tercantum dalam Pasal 55, termasuk memajukan “penghormatan dan ketaatan terhadap hak asasi manusia  dan kebebasan dasar yang universal bagi semua tanpa membedakan ras, jenis kelamin bahasa atau agama.
Kepedulian PBB terhadap perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar bersumber dari kesadaran masyarakat internasional atas pengakuan terhadap martabat yang melekat dan hak-hak yang tidak dapat dicabut dari umat manusia. Pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia ini merupakan landasan kebebasan, keadilan dan perdamaian di dunia untuk mencapai kemajuan  dalam penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan  dasar secara universal. Dengan demikian dimasukannya kerjasama internasional untuk memajukan dan mendorong penghormatan atas hak asasi manusia dan kebebasan dasar bagi semua orang tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama dalam Piagam PBB, merupakan bentuk nyata komitmen yang mendalam dari para pendiri PBB terhadap hak asasi manusia  setelah banyaknya pelanggaran Hak Asasi Manusia saat  Perang Dunia ke-II.[5] Pengalaman perang tersebut telah memunculkan keyakinan yang luas bahwa perlindungan internasional yang efektif terhadap hak asasi manusia merupakan salah satu prasyarat yang hakiki bagi perdamaian dan kemajuan dunia. PBB adalah suatu organisasi yang menerapkan Prinsip universalitas. Prinsip tersebut artinya PBB lebih banyak mencurahkan perhatiannya kepada masalah – masalah yang bersifat universal, baik melalui program-program yang luas, maupun membahas isu-isu spesifik melalui badan-badan khususnya.Prinsip universalitas menegaskan bahwa keanggotaan PBB lebih didasarkan atas persamaan kedaulatan seluruh negara di dunia. Prinsip ini tidak akan membedakan besar kecilnya negara sebagai anggota. Menurut ketentuan Piagam PBB, keanggotaan PBB terbuka untuk semua negara yang cinta damai dan bersedia menerima kewajiban-kewajiban internasional. [6] Sejak didirikan di San Francisco pada 24 Oktober 1945 sedikitnya 192 negara telah menjadi anggota PBB.

     Organ-Organ Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Hak Asasi Manusia.

Sebagai suatu organisasi yang menerapkan Prinsip universalitas, Peran PBB tidak hanya terfokus pada pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional saja, PBB juga banyak mencurahkan perhatiannya kepada masalah - masalah yang bersifat universal lainnya, seperti masalah administratif keorganisasian, pembentukan badan-badan khusus yang membahas permasalahan–permasalahan tertentu secara spesifik, masalah ekonomi dan pembangunan, pengembangan hukum internasional, hak asasi manusia. Berdasarkan hal tersebut, organ-organ utama PBB adalah[7] : Majelis Umum; Dewan Keamanan; Dewan Ekonomi dan Sosial ; Dewan Perwalian ; Mahkamah Internasional dan Sekretariat.
Hak asasi manusia adalah salah satu bidang yang mendapat perhatian sangat besar oleh PBB. Seperti yang tertera pada Piagam PBB yang menegaskan bahwa salah satu tujuan PBB adalah menggalang suatu kerjasama internasional untuk mendorong penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasar bagi semua manusia tanpa adanya perbedaan pada ras, jenis kelamin, bahasa atau agama.[8] Atas dasar tersebut ada beberapa organ-organ PBB yang kewenangannya, baik secara keseluruhan maupun sebahagian, masuk ke dalam bidang Hak Asasi manusia. Di bawah ini akan diuraikan secara garis besar organ -organ dan kewenangan mereka yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia.

       Majelis Umum Peserikatan Bangsa-Bangsa.

Majelis Umum merupakan organ utama PBB yang beranggotakan seluruh negara anggota PBB.[9] Kewenangan Majelis Umum dalam bidang Hak Asasi Manusia ada di dalam Pasal 13 Ayat 1 Piagam PBB. Menurut Pasal tersebut, Majelis Umum dapat memprakarsai untuk mengadakan penyelidikan dan mengeluarkan rekomendasi -rekomendasi untuk memajukan kerjasama internasional di bidang ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan kesehatan serta membantu mewujudkan hak asasi manusia dan kebebasan dasar bagi semua manusia tanpa membedakan jenis kelamin, bahasa atau agama.
Majelis Umum telah menghasilkan banyak rekomendasi dalam menanggapi permasalahan-permasalahan Hak Asasi Manusia. Rekomendasi tersebut pada dasarnya tidak mengikat secara hukum bagi para negara anggota ( karena sifatnya hanya rekomendatif ). Namun jika rekomendasi untuk memajukan kerjasama internasional di bidang HAM, yang dikeluarkan Majelis Umum dikaitkan dengan Pasal 55 dan Pasal 56, Bab IX Piagam PBB tentang Kerjasama Ekonomi dan Sosial Internasional, rekomendasi menjadi mengikat secara hukum.  Pasal 55  menyatakan bahwa :

Dengan tujuan menciptakan keadaan yang stabil dan sejahtera yang diperlukan untuk hubungan perdamaian dan persahabatan antara bangsa-bangsa, berdasarkan penghargaan terhadap asas - asas perdamaian dan hak menentukan nasib sendiri dari rakyat, maka PBB memajukan :
a.  Tingkat hidup yang lebih tinggi, pekerjaan yang cukup bagi semua orang dan kondisi-kondisi kemajuan ekonomi, kemajuan  sosial dan pembangunan.
b.  Pemecahan masalah-masalah internasional di bidang ekonomi, sosial, kesehatan dan masalah-masalah yang berhubungan dengan itu serta kerjasama internasional di lapangan kebudayaan dan pendidikan.
c.   Penghormatan HAM secara universal demikian pula implementasinya serta kebebasan kebebasan dasar bagi semua tanpa pembedaan Ras, jenis kelamin dan bahasa serta agama.

  Kemudian merujuk pada Pasal 56 Piagam PBB yang berbunyi : semua anggota berjanji akan mengambil tindakan kerjasama bersama maupun sendiri-sendiri dan bekerjasama dengan organisasi ini demi tercapainya tujuan-tujuan yang tercantum dalam Pasal 55. Berdasarkan kedua Pasal tersebut dapat disimpulkan rekomendasi bisa mempunyai makna hukum yang cukup besar dan bahkan dapat menciptakan kewajiban hukum bagi negara-negara untuk mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan dalam rangka kerjasama  internasional dibidang HAM, ekonomi, sosial, kesehatan, kebudayaan dan pendidikan.
Salah satu peranan Majelis Umum yang terpenting dalam bidang hak asasi manusia adalah menyetujui instrumen-instrumen internasional Hak Asasi Manusia yang telah dirumuskan oleh Dewan Ekonomi dan Sosial melalui salah satu komisi di bawahnya yaitu Komisi Hak Asasi Manusia. Instrumen ini mencakup tiga instrumen HAM utama yaitu :
a.    Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
b.    Kovenan Hak Sipil dan Politik.
c.    Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Majelis Umum juga telah menyetujui sejumlah Konvensi PBB tentang hak asasi manusia lainnya yang berkaitan dengan genosida, diskriminasi ras, apartheid, pengungsi, hak perempuan, perbudakan, perkawinan, hak anak dan penyiksaan. Badan-badan pelengkap Majelis Umum yang memberikan perhatian pada Hak Asasi Manusia adalah komite khusus untuk situasi yang berkaitan dengan deklarasi pemberian kemerdekaan bagi negara-negara dan bangsa jajahan yang dikenal dengan Komite Khusus Dekolonisasi, kemudian Dewan PBB untuk Nanimbia, Komisi Khusus untuk menentang Apartheid, Komite PKhusus Untuk Menyelidiki Praktek-praktek yang Dilakukan Israel yang Mempengaruhi Hak Asasi Manusia Rakyat Wilayah Pendudukan, serta Komite untuk pelaksanaan hak yang tidak dapat dicabut dari rakyat Palestina.[10]
Majelis Umum juga merupakan suatu organ yang menerima dan mengumpulkan laporan-laporan pelaksanaan hasil berupa laporan dari suatu mekanisme pemantauan atas implementasi ketentuan-ketentuan dalam suatu Konvensi. Hal ini sesuai dengan Pasal 15 Ayat ( 2 ) yang menyatakan bahwa : Majelis Umum menerima dan mempertimbangkan laporan-laporan dari organ -organ lainnya dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Berdasarkan hal tersebut Majelis Umum merupakan tujuan akhir dari semua laporan mengenai implementasi ketentuan-ketentuan dalam Konvensi-Konvensi Hak Asasi manusia yang diprakarsai oleh PBB.

   Dewan Ekonomi dan Sosial ( ECOSOC ) dan Badan-Badan Pelengkapnya.

Dewan Ekonomi dan Sosial merupakan Organ  Utama PBB yang mempunyai 54 anggota. Berdasarkan Pasal 62 Piagam PBB fungsi dan kekuasaan Dewan Ekonomi dan Sosial adalah :
  • Dewan Ekonomi dan Sosial dapat memberikan rekomendasi untuk tujuan peningkatan penghormatan dan penghargaan atas hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar bagi semua orang.
  • Dewan Ekonomi dan Sosial dapat mempersiapkan rencana-rencana draft Konvensi untuk diajukan kepada Majelis Umum bertalian dengan masalah -masalah yang termasuk dalam lingkungan kewenangannya.
  • Dewan tersebut dapat mengadakan pertemuan-pertemuan internasional yang membahas mengenai soal-soal yang termasuk dalam lingkup kewenangannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh PBB.
Seperti yang dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam bidang Hak Asasi manusia, Dewan Ekonomi dan Sosial dapat membuat rekomendasi untuk kemajuan penghormatan dan ketaatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar bagi semua orang. Dewan Ekonomi dan Sosial juga dapat menerima laporan-laporan, draft-draft konvensi mengenai hak asasi manusia dari badan-badan khusus PBB yang mempunyai kewenangan HAM tertentu( contohnya ILO, UNESCO, WHO ) dan dari sub komisi dibawahnya, dimana  ( setelah diterima Dewan Ekonomi dan Sosial ) laporan dan draft tersebut kemudian diteruskan kepada Majelis Umum untuk disetujui.
Dewan Ekonomi dan Sosial dapat membentuk Komisi-Komisi dalam menjalankan tugasnya. Hal tersebut berdasarkan Pasal 68 Piagam PPB yang menyatakan : Dewan Ekonomi dan Sosial akan membentuk komisi-komisi di bidang ekonomi dan sosial untuk memajukan hak-hak asasi manusia dan komisi-komisi lainnya apabila diperlukan untuk menjalankan tugas-tugasnya. Berdasarkan Pasal tersebut Dewan Ekonomi dan Sosial telah membentuk :
  1. Komisi Hak Asasi Manusia : Komisi ini juga telah membentuk sub komisi pencegahan  diskriminasi dan perlindungan terhadap kaum minoritas.
b.  Komisi untuk status perempuan.
     Dewan Ekonomi dan Sosial juga dapat membentuk Komite Ad hoq yang terdiri dari wakil-wakil negara anggota, dapat menunjuk para ahli yang diajukan pemerintah masing-masing negara atau orang-orang terkemuka yang membantu dalam kapasitas pribadinya. Pada saat-saat tertentu, Dewan Ekonomi dan Sosial juga dapat menunjuk atau memberikan wewenang kepada Sekretaris Jenderal PBB untuk menunjuk pelapor khusus ( special rapporteur ) atau komite para ahli untuk mempersiapkan laporan mengenai masalah masalah yang bersifat teknis seperti masalah pemantauan, investigasi ataupun pengaduan.[11]

      Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Komisi HAM PBB merupakan Badan PBB yang mempunyai peranan terpenting dalam bidang HAM. Pembentukan komisi Hak Asasi Manusia direkomendasikan oleh Komisi Persiapan PBB pada tahun 1945 untuk menangani masalah-masalah hak asasi manusia. Komisi HAM PBB dibentuk oleh Dewan Ekonomi dan Sosial pada tahun 1946, sehingga dalam melaksanakan tugasnya komisi bertanggung jawab kepada Dewan Ekonomi dan Sosial. Pada tahun 1946, Komisi diberikan mandat oleh untuk membuat :

  •  Rumusan suatu Deklarasi sebagai dasar untuk mengakui hak-hak manusia
  • Rumusan suatu Deklarasi atau Konvensi mengenai kebebasan sipil, status wanita, kebebasan informasi dan hal-hal serupa.
  • Pencegahan diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama.
  •  Perlindungan bagi minoritas.
  •  Hal-hal lain yang berkaitan dengan HAM.

 Berdasarkan hal tersebut, komisi mulai menyusun suatu rumusan Deklarasi yang di dalamnya mengakui Hak-Hak Manusia dan berlaku universal. Proses penyusunan tersebut akhirnya menghasilkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia ( DUHAM ). Pada awal penyusunannya, status dari DUHAM ini menimbulkan perdebatan. Dari segi hukum kebiasaan internasional, ketentuan-ketentuan yang ada dalam Deklarasi ini mengikat untuk seluruh negara. Dari segi hukum, status dari Deklarasi ini tidak mengikat pada suatu negara karena Deklarasi tidak mensyaratkan adanya suatu proses untuk terikat pada perjanjian seperti adalah ratifikasi , akseptasi ( acceptance ), Penyetujuan ( approval ) dan ikut serta ( accesion).[12]
Berdasarkan hal tersebut, Komisi merumuskan dan menyusun agar ketentuan- ketentuan yang ada dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dapat menjadi suatu Perjanjian Internasional yang mengikat secara hukum kepada negara. Proses perumusan itu membagi ketentuan-ketentuan yang ada dalam DUHAM menjadi dua kovenan, yaitu Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik serta Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Pada tahun 1948, Deklarasi dan kedua Kovenan ini diterima oleh Majelis Umum PBB. Khusus untuk kedua kovenan, Majelis Umum dan membukanya untuk proses penandatanganan dan ratifikasi sebagai syarat terikatnya suatu negara pada kovenan tersebut.
Pada tahun 1967, Komisi HAM PBB mulai diberikan mandat untuk mengomentari, memberi nasehat dan memberikan bantuan teknis terhadap permasalahan-permasalahan hak asasi manusia. Mandat ini ada setelah selama lima belas tahun Komisi HAM PBB  menyusun suatu menisme untuk melakukan suatu investigasi dan pencarian fakta agar memperoleh informasi terhadap pemasalahan-permasalahan hak asasi manusia, baik yang terjadi di suatu negara atau secara global. Untuk menjalankan mandatnya, Komisi HAM PBB mendirikan kantor-kantor perwakilan di negara-negara dan kemudian melakukan aktifitas-aktifitas seperti pelatihan, pembaharuan hukum serta rencana rencana aksi yang berkaitan dengan  Hak asasi manusia di tingkat lokal.  Aktifitas komisi yang paling penting adalah aktifitas dan mekanisme pemantauan dalam rangka penanganan terhadap pelanggaran hak asasi manusia.
Dalam menjalankan mandatnya, komisi menemukan beberapa kendala. Secara teoritis komisi seharusnya melayani ide mulia dari perlindungan HAM, tetapi pada kenyataannya komisi tersebut terdiri dari perwakilan negara-negara yang bertindak dan membuat keputusan berdasarkan kriteria politis. Dalam sesi pertemuan tahunan komisi, seharusnya dihadiri perwakilan dari 53 negara anggotanya, namun kenyataan yang terjadi adalah banyaknya pihak-pihak lain yang hadir seperti para politisi dengan posisi yang tinggi, diplomat, pakar HAM, perwakilan dari organisasi regional, media, aktifis HAM dari berbagai negara yang semuanya sudah diberikan status konsultatif oleh Dewan Ekonomi dan Sosial.[13]  Dengan kata lain sesi pertemuan Komisi ini sudah menjadi konferensi HAM yang besar. Keanggotaan di Komisi HAM PBB dipilih oleh Dewan Ekonomi dan Sosial, sehingga negara negara yang menjadi anggota hanya bertanggung jawab kepada Dewan Ekonomi dan Sosial, tidak kepada negara anggota PBB secara keseluruhan.
  
         Dewan HAM Perserikatan Bangsa Bangsa.

Berdasarkan kendala-kendala yang dialami oleh Komisi HAM PBB, pada akhirnya Komisi HAM PBB dibubarkan dan digantikan dengan Dewan HAM PBB. Pada 15 Maret 2006, Majelis Umum mengadopsi Resolusi 60/251 untuk membentuk Dewan Hak Asasi Manusia ( Human Rights Council ). Resolusi ini dikeluarkan dengan dukungan dari 170 negara. Pembentukan Dewan HAM PBB adalah untuk menggantikan Komisi HAM PBB. Dewan HAM PBB ini dinilai akan memaksimalkan kinerja untuk perlindungan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia di Dunia. Berdasarkan Resolusi tersebut, Dewan HAM PBB yang dibentuk pada 9 Mei 2009, beranggotakan 47 Negara yang dipilih berdasarkan pertimbangan geografis yaitu 13 negara Asia-Pasifik; 6 Negara Eropa Timur; 8 Negara Amerika Latin dan Karibia, 7 Negara Eropa Barat dan negara-negara lainnya. Badan baru ini mengawali sidang pertamanya pada 19 Juli 2006.
Ada beberapa perbedaan antara Dewan HAM PBB dengan Komisi HAM PBB. Yang pertama masalah keanggotaan. Komisi HAM PBB dibentuk oleh Dewan Ekonomi dan Sosial sehingga Keanggotaan dalam komisi HAM PBB dipilih dan bertanggungjawab pada Dewan Ekonomi dan Sosial. Sementara Dewan HAM dibentuk oleh Majelis Umum, sehingga seluruh negara-negara anggota Dewan HAM bertanggung jawab kepada mayoritas negara-negara anggota PBB.[14] Negara yang menjadi anggota Dewan HAM PBB diwajibkan untuk menyatakan komitmennya untuk bekerja sama dan mengupayakan standar paling tinggi promosi dan perlindungan HAM. Majelis Umum berhak untuk menghentikan hak dan keistimewaan negara anggota Dewan HAM PBB jika dinilai melakukan kejahatan hak asasi manusia yang berat dalam periode keanggotaannya. Pemberhentian ini diusulkan  oleh 2/3 negara anggota Majelis Umum. Kriteria penilaian semacam ini tidak dikenal dalam Komisi HAM PBB.  Dari aspek jangka waktu keanggotaan, keanggotaan sebuah negara dalam Komisi HAM PBB tidak dibatasi, sedangkan masa keanggotaan Dewan HAM PBB yakni 3 tahun dan tidak dapat dipilih lagi setelah menjadi anggota Dewan HAM untuk 2 periode berturut turut. Dewan HAM PBB berkantor di Jenewa dan bersidang tidak kurang dari 3 sesi pertahun untuk total minimal 10 Minggu. Dewan HAM PBB juga dapat menyelenggarakan sesi khusus ( special session ) jika dinilai ada kondisi mendesak, berdasarkan usulan dari 1/3 anggota Majelis Umum. Sebelumnya, Komisi HAM PBB hanya bersidang satu kali pertahun dengan waktu sidang hanya 6 minggu.
Dalam sidang pertamanya, Dewan HAM PBB memutuskan bahwa mekanisme pemantauan terhadap HAM yang dijalankan Komisi HAM PBB, tetap dijalankan oleh Dewan HAM PBB. Mekanisme pemantauan Hak Asasi Manusia yang dijalankan oleh Dewan HAM PBB adalah melalui empat prosedur yaitu melalui : Prosedur Khusus, Kelompok Kerja, Komite Penasehat dan Prosedur Pengaduan.

    Badan-Badan Yang Didirikan Berdasarkan Instrumen-Instrumen Hak Asasi  Manusia PBB.
Perkembangan instrumen Internasional Hak Asasi Manusia, mengalami kemajuan yang sangat pesat di bawah Perserikatan Bangsa Bangsa. Instrumen ini meliputi perjanjian internasional, baik berupa kovenan, konvensi dan statuta serta standar-standar normatif lainnya seperti kode etik, code of conduct ataupun rekomendasi. Munculnya berbagai instrumen internasional ini menunjukkan bahwa PBB memberikan perhatian dibidang perlindungan Hak Asasi Manusia dengan dukungan komunitas internasional. Instrumen internasional HAM ini membuka kesempatan bagi negara-negara untuk terikat dengan melakukan suatu proses ratifikasi. Dengan diratifikasinya suatu instrumen internasional HAM membawa dampak bahwa perjanjian internasional mempunyai kekuatan hukum yang mengikat di dalam hukum nasional suatu negara. Dengan demikian, negara yang bersangkutan telah menerima obligasi    ( kewajiban ) internasional untuk mempromosikan, menghormati, melindungi dan memenuhi hak hak asasi manusia.
      Semua  negara yang mengesahkan satu atau lebih perjanjian internasional tersebut berkewajiban untuk menyampaikan laporan berkala mengenai tindakan- tindakan yang diambil negara tersebut  untuk mengimplementasikan standar hak asasi manusia yang tercantum dalam konvensi-konvensi tersebut. Negara wajib menyerahkan laporan secara berkala kepada institusi pengawas dalam rangka mekanisme dan prosedur pengawasan atas implementasi ketentuan-ketentuan yang dimandatkan instrumen internasional hak asasi manusia. Fungsi-fungsi utama pelaporan oleh negara adalah :

  • Untuk memastikan bahwa negara pihak melakukan pembahasan peraturan perundang – undangan nasional, peraturan administratif,  tatacara dan praktek secara penuh untuk memastikan agar semua sesuai dan berjalan sesuai dengan ketentuan ketentuan yang disebut dalam kovenan.
  • Untuk memastikan dilakukannya pemantauan secara teratur oleh negara pihak terhadap ketentuan ketentuan yang digariskan dalam kovenan.
  • Adanya gambaran situasi yang sesungguhnya mengenai pemenuhan hak- hak yang dijamin oleh kovenan dan untuk menilai perlindungan individu yang sesungguhnya.
  •  Merupakan dasar bagi pengembangan kebijakan nasional yang tepat dan bertujuan jelas dalam bidang ini.
  •  Mengakomodasi pengawasan publik dengan kebijakan pemerintah dan melibatkan sektor privat dalam perumusan, implementasi dan pembahasan dari kebijakan yang berkaitan dengan HAM.
  • Merupakan dasar penilaian baik bagi para negara-negara pihak maupun komite  atas kemajuan dalam implementasi hak-hak
  • Menyediakan dasar yang lebih baik bagi negara-negara pihak untuk memahami permasalahan yang terkait dengan implementasi hak-hak. 
  • Mengakomodasi pertukaran informasi antara negara pihak. 
Intrumen internasional yang memuat mekanisme dan prosedur pengawasan, membentuk institusi untuk menjalankan fungsi pengawasan ini. Institusi yang dimaksud inilah yang disebut dengan Komite. Saat ini setidaknya ada enam Komite yang menjalankan fungsi pengawasan yang dimandatkan instrumen internasional tentang hak asasi manusia yang dikeluarkan oleh PBB.  Komite tersebut adalah :

1.   Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial
2.   Komite Hak Asasi Manusia.
3.   Komite Hak Ekonomi sosial dan budaya
4.   Komite Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan.
5.   Komite Menentang Penyiksaan.
6.   Komite Tentang Hak Anak.

     Badan-Badan Khusus Perserikatan Bangsa Bangsa.

Badan-badan khusus ini adalah merupakan organisasi internasional independen yang sah dengan Piagam pendiriannya sendiri dan juga negara-negara anggota mereka sendiri. Badan-badan ini kemudian di sebut Badan-Badan Khusus PBB sebagai konsekwensi dari Pasal 57 Piagam PBB yang menyatakan Berbagai badan-badan khusus yang didirikan atas persetujuan antar pemerintah dan mengemban tanggung jawab internasional yang luas, sebagaimana ditetapkan oleh peraturan dasarnya, dibidang ekonomi, sosial, kebudayaan, pendidikan, kesehatan maupun bidang yang berkaitan dengan itu, ditempatkan dalam suatu hubungan dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa sesuai dengan ketentuan Pasal 63. Badan-badan demikian yang telah berhubungan dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa selanjutnya akan disebut Badan Badan khusus.

Pasal 63 Piagam PBB :

  1. Dewan Ekonomi dan Sosial dapat ikut serta dalam persetujuan persetujuan dengan tiap-tiap badan badan khusus yang disebutkan dalam Pasal 57, dengan menentukan syarat-syarat mengenai hubungan badan badan yang bersangkutan itu dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Persetujuan persetujuan seperti itu harus mendapat persetujuan Majelis Umum
  2. Dewan dapat menyatukan kegiatan-kegiatan badan-badan khusus dengan jalan mengadakan konsultasi dan memberikan rekomendasi kepada badan-badan itu  dan melalui rekomendasi kepada Majelis Umum  dan kepada anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pasal 57 dan 63 Piagam PBB mendefinisikan bahwa Dewan Ekonomi dan Sosial mempunyai tanggung jawab utama untuk mengkordinasi kegiatan-kegiatan badan-badan khusus dan integrasi-kegiatan mereka dalam administrasi Badan-Badan PBB. Sebuah Komite di PBB yaitu Komite Administratif bertanggung jawab untuk pelaksanaan perjanjian antara PBB dan badan-badan khususnya. Badan -badan khusus yang sangat erat kaitannya dengan HAM adalah :
1.  Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR).  
2.  Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organisation - ILO).
3.   Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB ( UNESCO ).
4.  Organisasi Kesehatan Dunia  (WHO).
5.  Organisasi Pangan dan Pertanian ( FAO ).

    Simpulan.
Perserikataan Bangsa Bangsa  ( PBB ) sebagai organisasi internasional yang mempunyai fungsi dan tanggung jawab kolektif dalam menjaga perdamaian dan keamanan internasional berusaha untuk memajukan dan melindungi hak-hak asasi manusia di seluruh penjuru dunia dan untuk semua bangsa. Upaya yang dilakukan untuk memajukan hak-hak asasi manusia bukan saja mencakup perlindungan atas individu dalam kategori kategotri tertentu saja tetapi mempunyai sasaran yang lebih luas yaitu melindungi dan mmenjamin hak semua orang.  Didorong dengan kesadaran yang mendalam ini, PBB membentuk badan-badan HAM. Badan-badan HAM PBB ada yang didirikan berdasarkan kewenangan dari salah satu organ utama PBB, kemudian badan-badan HAM yang didirikan berdasarkan instrumen-instrumen internasional HAM yang dikeluarkan oleh PBB serta badan-badan HAM yang termasuk dalam kategori badan-badan khusus PBB. Badan – badan HAM PBB ini melakukan kegiatan kodifikasi, pemantauan, evaluasi, menerima laporan dari negara-negara dan kegiatan – kegiatan lainnya yang terkait dengan hak – hak asasi manusia. Pembentukan badan-badan HAM di bawah PBB ini merupakan bentuk nyata komitmen yang mendalam dari PBB sendiri sesuai dengan semangat Piagam PBB dalam rangka memajukan dan mendorong penghormatan terhadap hak-hak asasi serta kebebasan dasar Manusia.


      Oleh Rani Purwanti Kemalasari
      Alumni Fakultas Hukum Universitas Trisakti Jurusan Hukum Internasional
      Alumni Pasca Sarjana Universitas Padjajaran Jurusan Universitas Padjajaran.

DAFTAR PUSTAKA

A.  Instrumen Internasional
Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa.
Deklarasi Universal Hak Hak Asasi Manusia.
Kovenan Hak Hak Sipil dan Politik.
Kovenan Hak Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

  B. Literatur
Boer Mauna , Hukum Internasional , Pengertian , Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global,Penerbit PT Alumni bandung , 2005.
D.W.Bowett Q.C.LL.D, The Law of International Institutional”, diterjemahkan oleh Bambang Iriana Djajaatmadja, S.H, Hukum Organisasi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta
           Haryomataram, Hukum Humaniter, CV. Rajawali, Jakarta
J.G Starke ,Pengantar Hukum Internasional  ,Sinar Gratika , Jakarta.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Lembar Fakta HAM, Edisi ke II.
Nowak, Manfred, Introduction to the international Human Rights Regime, diterjemahkan oleh Sri Sulastini, Editor, Djumantoro Purbo, Pengantar Rezim Hak Asasi Manusia Internasional, Raoul Wallenberg Institute of Human Rights and Humanitarian Law bekerjasama dengan Departemen Hukum dan HAM indonesia dan Swedish International Development Cooperation Agency ( SIDA) ,Jakarta.
Rhona.K.M.Smith, dkk, Hukum Hak Asasi Manusia, Pusat Studi Hukum Hak Asasi Manusia ( PUSHAM UII ), Jogyakarta, Maret,2008.
Scott Davidson, Hak Asasi Manusia: Sejarah, Teori dan praktek dalam pergaulan internasional, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2004.

Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional, Penerbit     Alumni, Bandung, 1997.



[1] D.W.Bowett Q.C.LL.D, The Law of International Institutional”, diterjemahkan oleh Bambang Iriana Djajaatmadja, S.H, Hukum Organisasi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2007.hlm.21.
[2] Article 22  ( 1 ) The Covenant of the League of Nations : to those colonies and territories which as a consequence of the late war have ceased to be under the sovereignty of the states which formerly governed them and which are inhabited by peoples not yet able to stand by themselves under the strenuous conditions of the modern world, there should be applied the principle that the well being and development of such peoples from a sacred trust of civilisation and that securities for the performance of this trust should be embodied in this covenant
[3] D.W.Bowett Q.C.LL.D, The Law of International Institutional,Op.cit,hlm.22.
[4]Mukadimah Piagam PBB: Kami rakyat Perserikatan Bangsa-bangsa bertekad : “ Untuk memperteguh kepercayaan pada hak-hak asasi manusia, pada harkat dan derajat diri manusia, pada persamaan hak, baik bagi pria maupun wanita dan bagi segala bangsa besar dan kecil  ( paragraf 2 ).
[5] Pasal 1 Piagam PBB.
[6] Pasal 4 Ayat ( 1 ) Piagam PBB : Keanggotaan PBB terbuka bagi semua negara yang cinta damai yang menerima kewajiban-kewajiban yang tertera dalam Piagam ini dan atas penilaian organisasi ini , sanggup dan bersedia melaksanakan kewajiban kewajiban ini.
[7] Pasal 7 Ayat ( 1 ) Piagam PBB : Telah dibentuk sebagai organ-organ utama Perserikatan Bangsa Bangsa : Majelis Umum, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial, Dewan Perwalian, Mahkamah Internasional Perwalian, Mahkamah Internasional dan Sekretariat.
[8] Pasal 1 Ayat 3 Piagam PBB.
[9] Pasal 9 Ayat 1 Piagam PBB.
[10] Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Lembar Fakta HAM, Edisi ke II. hlm.3.
[11]  Ibid.hlm.3.
[12]  Berdasarkan Pasal 2 Ayat 1 ( b ) Konvensi Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian :  Ratifikasi , Akseptasi ( acceptance ), Penyetujuan ( approval ) dan ikut serta ( accesion) yaitu  tindakan internasional apapun namanya yang dengan mana suatu negara menyatakan, pada tingkatan internasional persetujuannya untuk diikat oleh suatu perjanjian.
[13] Pasal 71 Piagam PBB : Dewan Ekonomi dan Sosial dapat  membuat pengaturan-pengaturan yang layak untuk diadakannya konsultasi-konsultasi dengan lembaga-lembaga non pemerintah yang mempunyai hubungan dengan hal-hal yang termasuk dalam lingkungan wewenangnya. Persiapan -persiapan demikian dapat dibuat dengan organisas-organisasi internasional dan dimana perlu dengan organisasi nasional sesudah dikonsultasikan dengan anggota PBB yang bersangkutan.
[14] Berdasarkan Pasal 9 Piagam PBB : Majelis Umum terdiri dari semua anggota-anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar