Sejarah
berdirinya PBB.
Perang Dunia I dan Perang Dunia II merupakan malapetaka kemanusiaan
terburuk sepanjang sejarah peradaban manusia. Perang Dunia ke I dan ke 2
menelan korban puluhan juta jiwa. Untuk mencegah terjadinya perang, masyarakat
internasional, dalam hal ini negara-negara sadar betapa pentingnya suatu
organisasi internasional yang mempunyai fungsi dan tanggung jawab kolektif
dalam menjaga perdamaian dunia. Liga Bangsa Bangsa ( LBB ) adalah sebuah
organisasi internasional yang didirikan setelah Perang Dunia I sebagai suatu badan
yang bertugas menjaga dan menjamin perdamaian dan keamanan internasional serta
melindungi hak asasi manusia. Liga Bangsa-Bangsa didirikan
setelah Konferensi Perdamaian Paris 1919, tepatnya pada 10 Januari 1920. Dasar pendiriannya adalah “The Covenant of the League of Nations” ( Kovenan LBB ). Berdasarkan Kovenan LBB, tujuan utama Liga adalah memajukan
kerjasama internasional dan untuk mencapai perdamaian serta keamanan
internasional” melalui sistem keamanan kolektif. Sistem keamanan kolektif ini
termasuk tindakan pelucutan senjata, penyelesaian sengketa secara damai dan
perang yang tidak mengikuti hukum serta sanksi-sanksi yang diberikan.[1]
Gagasan untuk mendirikan LBB dicetuskan Presiden
Amerika Serikat Woodrow Wilson, namun Amerika Serikat sendiri kemudian tidak
pernah bergabung dengan organisasi ini. Sebanyak
empat puluh dua negara menjadi anggota saat LBB
didirikan. Dua puluh tiga diantaranya
tetap bertahan sebagai anggota hingga LBB dibubarkan pada 1946. Dalam bidang hak asasi
manusia, Kovenan LBB memuat ketetapan-ketetapan mengenai mekanisme kerja
organisasi serta perlindungan terhadap hak-hak manusia. Ketetapan-ketetapan
perlindungan hak-hak manusia yang dimaksud adalah menetapkan kondisi kerja yang
manusiawi pada individu, larangan perdagangan wanita dan anak-anak, pencegahan
dan pengendalian penyakit, serta perlakuan yang adil terhadap penduduk pribumi
dan daerah jajahan (sistem mandat). Pasal 22 Kovenan LBB membentuk Sistem
Mandat yang diterapkan terhadap bekas wilayah-wilayah jajahan dan negara-negara yang kalah pada Perang Dunia ke-I.[2] Berdasarkan sistem ini, bekas
koloni tersebut ditempatkan di bawah Mandat LBB dan dikelola oleh negara-negara
pemenang perang.
Dalam susunan organisasi, LBB mempunyai empat
badan utama yaitu Majelis, Dewan, Sekretariat,
dan Mahkamah Internasional.
Sedangkan sifat dari keanggotaan LBB adalah ada anggota tetap dan tidak tetap. Dalam menjalankan tugasnya, LBB mengalami banyak kendala. Dalam menyelesaikan masalah sengketa misalnya, Kovenan mengajukan upaya-upaya penyelesaian secara damai. Jika ada suatu negara yang mengambil jalan perang berarti negara tersebut telah melanggar upaya penyelesaian secara damai dan seharusnya dikenakan sanksi. Namun keputusan bahwa suatu negara dianggap telah melanggar upaya penyelesaian secara damai, diserahkan kepada negara –negara anggotanya. Anggota LBB yang memutuskan apakah telah terjadi suatu pelanggaran, sehingga dalam hal penerapan sanksi berdasarkan Kovenan, tergantung pada situasi para anggota. Sanksi militer dapat diusulkan oleh Dewan namun keputusan akan dilaksanakan atau tidak sanksi tersebut, diserahkan kepada negara-negara anggotanya.[3] Banyak negara-negara anggota yang bersikap apatis dan enggan dalam menjalankan kewajibannya. Akibat lemahnya penerapan sanksi-sanksi tersebut, progam-program pelucutan bersenjata LBB juga mengalami kegagalan karena banyak negara-negara yang memilih jalan perang untuk menyelesaikan sengketa. LBB tidak mempunyai alat kekuasaan yang nyata untuk memaksa suatu negara yang menentangnya, tunduk kembali ke LBB. LBB tidak mempunyai angkatan bersenjata dan bergantung kepada kekuatan internasional untuk menjaga agar resolusi-resolusinya dipatuhi. LBB juga dianggap tidak mempunyai karakter yang universal karena dihambat oleh ketidakikutsertaan Amerika Serikat sebagai anggota. Berdasarkan hal tersebut tujuan LBB menjadi sumir dari soal-soal perdamaian menjadi soal politik belaka. Negara-negara besar yang menjadi anggota, menggunakan LBB untuk kepentingan politiknya. Keberhasilan LBB dalam bidang ekonomi, negara mandat, hak-hak manusia dan lain sebagainya pada akhirnya tertutupi dengan kegagalan badan ini untuk mencegah pecahnya Perang Dunia ke II. Pecahnya Perang Dunia II memperjelas keadaan bahwa LBB telah gagal dalam menjalankan tugasnya untuk menjaga keamanan dan perdamaian internasional. Setelah Perang Dunia II, pada 18 April 1946, LBB resmi dibubarkan dan digantikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ).
Sedangkan sifat dari keanggotaan LBB adalah ada anggota tetap dan tidak tetap. Dalam menjalankan tugasnya, LBB mengalami banyak kendala. Dalam menyelesaikan masalah sengketa misalnya, Kovenan mengajukan upaya-upaya penyelesaian secara damai. Jika ada suatu negara yang mengambil jalan perang berarti negara tersebut telah melanggar upaya penyelesaian secara damai dan seharusnya dikenakan sanksi. Namun keputusan bahwa suatu negara dianggap telah melanggar upaya penyelesaian secara damai, diserahkan kepada negara –negara anggotanya. Anggota LBB yang memutuskan apakah telah terjadi suatu pelanggaran, sehingga dalam hal penerapan sanksi berdasarkan Kovenan, tergantung pada situasi para anggota. Sanksi militer dapat diusulkan oleh Dewan namun keputusan akan dilaksanakan atau tidak sanksi tersebut, diserahkan kepada negara-negara anggotanya.[3] Banyak negara-negara anggota yang bersikap apatis dan enggan dalam menjalankan kewajibannya. Akibat lemahnya penerapan sanksi-sanksi tersebut, progam-program pelucutan bersenjata LBB juga mengalami kegagalan karena banyak negara-negara yang memilih jalan perang untuk menyelesaikan sengketa. LBB tidak mempunyai alat kekuasaan yang nyata untuk memaksa suatu negara yang menentangnya, tunduk kembali ke LBB. LBB tidak mempunyai angkatan bersenjata dan bergantung kepada kekuatan internasional untuk menjaga agar resolusi-resolusinya dipatuhi. LBB juga dianggap tidak mempunyai karakter yang universal karena dihambat oleh ketidakikutsertaan Amerika Serikat sebagai anggota. Berdasarkan hal tersebut tujuan LBB menjadi sumir dari soal-soal perdamaian menjadi soal politik belaka. Negara-negara besar yang menjadi anggota, menggunakan LBB untuk kepentingan politiknya. Keberhasilan LBB dalam bidang ekonomi, negara mandat, hak-hak manusia dan lain sebagainya pada akhirnya tertutupi dengan kegagalan badan ini untuk mencegah pecahnya Perang Dunia ke II. Pecahnya Perang Dunia II memperjelas keadaan bahwa LBB telah gagal dalam menjalankan tugasnya untuk menjaga keamanan dan perdamaian internasional. Setelah Perang Dunia II, pada 18 April 1946, LBB resmi dibubarkan dan digantikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ).
PBB didirikan di
San Francisco pada 24 Oktober 1945,
sebagai organisasi pengganti LBB atas inisiatif para negara pemenang perang
Dunia II dan sebagai reaksi atas penderitaan kemanusiaan yang disebabkan oleh
perang.
Dasar pendirian
PBB adalah United Nations Charter atau
dikenal dengan Piagam PBB. Tujuannya
adalah memfasilitasi kerjasama dalam hukum internasional, keamanan
internasional, pembangunan ekonomi, kemajuan sosial, hak asasi manusia, dan
pencapaian perdamaian dunia. Tujuan tersebut dapat dilihat pada Pasal 1 Piagam PBB.
Dalam tersebut dijelaskan bahwa tujuan PBB adalah :
- Memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Berdasarkan tujuan itu PBB melakukan tindakan-tindakan bersama yang efektif untuk mencegah dan melenyapkan ancaman-ancaman terhadap pelanggaran-pelanggaran perdamaian, mencari penyelesaian terhadap pertikaian-pertikaian internasional, keadaan-keadaan yang dapat menggangu perdamaian akan menyelesaikan dengan jalan damai, sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan hukum internasional.
- Mengembangkan hubungan bersahabat antara negara-negara berdasarkan penghargaan atas prinsip-prinsip persamaan hak dan hak rakyat untuk menentukan nasib sendiri dan melakukan tindakan-tindakan yang sesuai untuk memperkuat perdamaian dunia.
- Mencapai kerjasama internasional dalam memecahkan berbagai masalah internasional pada bidang ekonomi, sosial, budaya dan kemanusiaan dan dalam memajukan dan mendorong penghormatan terhadap HAM dan kebebasan dasar bagi semua manusia tanpa adanya perbedaan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama.
- Menyelaraskan tindakan-tindakan bangsa-bangsa dalam mencapai tujuan bersama.
Dalam Mukadimah Piagam PBB menyatakan bahwa seluruh
anggota PBB menyatakan tekad mereka untuk memperteguh kepecayaan terhadap hak
asasi manusia, pada martabat dan harga diri manusia, pada persamaan hak antara
laki-laki dan perempuan dan bagi segala bangsa yang besar dan yang kecil.[4] Sejumlah Pasal-Pasal dalam
Piagam PBB mengacu kepada hak asasi manusia dan kebebasan dasar. Seperti Pasal
8 Piagam PBB, yang menyatakan bahwa PBB tidak membatasi hak pria dan wanita
untuk dapat berpartisipasi dalam kapasitas apapun, berdasarkan asas kesetaraan,
dalam badan-badan utama maupun badan-badan pelengkapnya ( subsidiary bodies ). Sedangkan Pasal 56 Piagam PBB menyatakan bahwa semua anggota PBB berjanji untuk secara
bersama-sama atau sendiri-sendiri, melalui kerjasama dengan PBB untuk mencapai
tujuan-tujuan yang tercantum dalam Pasal 55, termasuk memajukan “penghormatan
dan ketaatan terhadap hak asasi manusia
dan kebebasan dasar yang universal bagi semua tanpa membedakan ras,
jenis kelamin bahasa atau agama.
Kepedulian PBB terhadap perlindungan hak asasi
manusia dan kebebasan dasar bersumber dari kesadaran masyarakat internasional
atas pengakuan terhadap martabat yang melekat dan hak-hak yang tidak dapat
dicabut dari umat manusia. Pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia ini
merupakan landasan kebebasan, keadilan dan perdamaian di dunia untuk mencapai
kemajuan dalam penghormatan terhadap hak
asasi manusia dan kebebasan dasar secara
universal. Dengan demikian dimasukannya kerjasama internasional untuk memajukan
dan mendorong penghormatan atas hak asasi manusia dan kebebasan dasar bagi
semua orang tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama dalam Piagam
PBB, merupakan bentuk nyata komitmen yang mendalam dari para pendiri PBB
terhadap hak asasi manusia setelah banyaknya
pelanggaran Hak Asasi Manusia saat
Perang Dunia ke-II.[5] Pengalaman perang tersebut
telah memunculkan keyakinan yang luas bahwa perlindungan internasional yang
efektif terhadap hak asasi manusia merupakan salah satu prasyarat yang hakiki
bagi perdamaian dan kemajuan dunia. PBB
adalah suatu organisasi yang menerapkan Prinsip universalitas. Prinsip tersebut
artinya PBB lebih banyak mencurahkan perhatiannya kepada masalah – masalah yang
bersifat universal, baik melalui program-program yang luas, maupun membahas
isu-isu spesifik melalui badan-badan khususnya.Prinsip universalitas menegaskan
bahwa keanggotaan PBB lebih didasarkan atas persamaan kedaulatan seluruh negara
di dunia. Prinsip ini tidak akan membedakan besar kecilnya negara sebagai
anggota. Menurut ketentuan Piagam PBB, keanggotaan PBB terbuka untuk semua
negara yang cinta damai dan bersedia menerima kewajiban-kewajiban
internasional. [6] Sejak
didirikan di San Francisco pada 24 Oktober 1945 sedikitnya 192 negara telah menjadi anggota PBB.
Organ-Organ
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Hak Asasi Manusia.
Sebagai suatu
organisasi yang menerapkan Prinsip universalitas, Peran PBB tidak hanya
terfokus pada pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional saja, PBB juga
banyak mencurahkan perhatiannya kepada masalah - masalah yang bersifat
universal lainnya, seperti masalah administratif keorganisasian, pembentukan
badan-badan khusus yang membahas permasalahan–permasalahan tertentu secara
spesifik, masalah ekonomi dan pembangunan, pengembangan hukum internasional,
hak asasi manusia. Berdasarkan hal tersebut, organ-organ utama PBB adalah[7]
: Majelis Umum; Dewan Keamanan; Dewan Ekonomi dan Sosial ; Dewan Perwalian ;
Mahkamah Internasional dan Sekretariat.
Hak asasi manusia adalah salah satu
bidang yang mendapat perhatian sangat besar oleh PBB. Seperti yang tertera pada
Piagam PBB yang menegaskan bahwa salah satu tujuan PBB adalah menggalang suatu
kerjasama internasional untuk mendorong penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia
dan kebebasan dasar bagi semua manusia tanpa adanya perbedaan pada ras, jenis
kelamin, bahasa atau agama.[8]
Atas dasar tersebut ada beberapa organ-organ PBB yang kewenangannya, baik
secara keseluruhan maupun sebahagian, masuk ke dalam bidang Hak Asasi manusia.
Di bawah ini akan diuraikan secara garis besar organ -organ dan kewenangan
mereka yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia.
Majelis Umum
Peserikatan Bangsa-Bangsa.
Majelis Umum merupakan
organ utama PBB yang beranggotakan seluruh negara anggota PBB.[9]
Kewenangan Majelis Umum dalam bidang Hak Asasi Manusia ada di dalam Pasal 13 Ayat
1 Piagam PBB. Menurut Pasal tersebut, Majelis Umum dapat memprakarsai untuk
mengadakan penyelidikan dan mengeluarkan rekomendasi -rekomendasi untuk
memajukan kerjasama internasional di bidang ekonomi, sosial, budaya, pendidikan
dan kesehatan serta membantu mewujudkan hak asasi manusia dan kebebasan dasar
bagi semua manusia tanpa membedakan jenis kelamin, bahasa atau agama.
Majelis Umum telah
menghasilkan banyak rekomendasi dalam menanggapi permasalahan-permasalahan Hak
Asasi Manusia. Rekomendasi tersebut pada dasarnya tidak mengikat secara hukum
bagi para negara anggota ( karena sifatnya hanya
rekomendatif ). Namun jika rekomendasi untuk memajukan kerjasama
internasional di bidang HAM, yang dikeluarkan Majelis
Umum dikaitkan dengan Pasal 55 dan Pasal 56, Bab IX Piagam PBB tentang
Kerjasama Ekonomi dan Sosial Internasional, rekomendasi menjadi mengikat secara
hukum. Pasal 55 menyatakan bahwa :
Dengan tujuan menciptakan keadaan yang stabil dan
sejahtera yang diperlukan untuk hubungan perdamaian dan persahabatan antara
bangsa-bangsa, berdasarkan penghargaan terhadap asas - asas perdamaian dan hak
menentukan nasib sendiri dari rakyat, maka PBB memajukan :
a. Tingkat hidup yang lebih tinggi, pekerjaan yang cukup bagi semua orang dan
kondisi-kondisi kemajuan ekonomi, kemajuan
sosial dan pembangunan.
b. Pemecahan masalah-masalah internasional di bidang ekonomi, sosial,
kesehatan dan masalah-masalah yang berhubungan dengan itu serta kerjasama
internasional di lapangan kebudayaan dan pendidikan.
c. Penghormatan HAM secara universal demikian pula implementasinya serta
kebebasan kebebasan dasar bagi semua tanpa pembedaan Ras, jenis kelamin dan
bahasa serta agama.
Kemudian merujuk pada Pasal 56 Piagam PBB
yang berbunyi : semua anggota berjanji akan mengambil tindakan kerjasama
bersama maupun sendiri-sendiri dan bekerjasama dengan organisasi
ini demi tercapainya tujuan-tujuan yang tercantum dalam Pasal 55. Berdasarkan
kedua Pasal tersebut dapat disimpulkan rekomendasi bisa mempunyai makna hukum
yang cukup besar dan bahkan dapat menciptakan kewajiban hukum bagi
negara-negara untuk mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan dalam rangka
kerjasama internasional dibidang HAM, ekonomi,
sosial, kesehatan, kebudayaan dan pendidikan.
Salah satu peranan Majelis Umum yang
terpenting dalam bidang hak asasi manusia adalah menyetujui instrumen-instrumen
internasional Hak Asasi Manusia yang telah dirumuskan oleh Dewan Ekonomi dan
Sosial melalui salah satu komisi di bawahnya yaitu Komisi Hak Asasi Manusia.
Instrumen ini mencakup tiga instrumen HAM utama yaitu :
a. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
b. Kovenan Hak Sipil dan Politik.
c. Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Majelis Umum juga telah menyetujui
sejumlah Konvensi PBB tentang hak asasi manusia lainnya yang berkaitan dengan
genosida, diskriminasi ras, apartheid, pengungsi, hak perempuan, perbudakan,
perkawinan, hak anak dan penyiksaan. Badan-badan pelengkap Majelis Umum yang
memberikan perhatian pada Hak Asasi Manusia adalah komite khusus untuk situasi
yang berkaitan dengan deklarasi pemberian kemerdekaan bagi negara-negara dan
bangsa jajahan yang dikenal dengan Komite Khusus Dekolonisasi, kemudian Dewan
PBB untuk Nanimbia, Komisi Khusus untuk menentang Apartheid, Komite PKhusus
Untuk Menyelidiki Praktek-praktek yang Dilakukan Israel yang Mempengaruhi Hak
Asasi Manusia Rakyat Wilayah Pendudukan, serta Komite untuk pelaksanaan hak
yang tidak dapat dicabut dari rakyat Palestina.[10]
Majelis Umum juga merupakan suatu
organ yang menerima dan mengumpulkan laporan-laporan pelaksanaan hasil berupa
laporan dari suatu mekanisme pemantauan atas implementasi ketentuan-ketentuan
dalam suatu Konvensi. Hal ini sesuai dengan Pasal 15 Ayat ( 2 ) yang menyatakan
bahwa : Majelis Umum menerima dan mempertimbangkan laporan-laporan dari organ -organ
lainnya dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Berdasarkan hal tersebut Majelis Umum
merupakan tujuan akhir dari semua laporan mengenai implementasi
ketentuan-ketentuan dalam Konvensi-Konvensi Hak Asasi manusia yang diprakarsai
oleh PBB.
Dewan Ekonomi
dan Sosial ( ECOSOC ) dan Badan-Badan Pelengkapnya.
Dewan Ekonomi dan Sosial merupakan
Organ Utama PBB yang mempunyai 54
anggota. Berdasarkan Pasal 62 Piagam PBB fungsi dan kekuasaan Dewan Ekonomi dan
Sosial adalah :
- Dewan Ekonomi dan Sosial dapat memberikan rekomendasi untuk tujuan peningkatan penghormatan dan penghargaan atas hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar bagi semua orang.
- Dewan Ekonomi dan Sosial dapat mempersiapkan rencana-rencana draft Konvensi untuk diajukan kepada Majelis Umum bertalian dengan masalah -masalah yang termasuk dalam lingkungan kewenangannya.
- Dewan tersebut dapat mengadakan pertemuan-pertemuan internasional yang membahas mengenai soal-soal yang termasuk dalam lingkup kewenangannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh PBB.
Seperti yang dijelaskan di atas
dapat disimpulkan bahwa dalam bidang Hak Asasi manusia, Dewan Ekonomi dan
Sosial dapat membuat rekomendasi untuk kemajuan penghormatan dan ketaatan
terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar bagi semua orang. Dewan Ekonomi
dan Sosial juga dapat menerima laporan-laporan, draft-draft konvensi mengenai
hak asasi manusia dari badan-badan khusus PBB yang mempunyai kewenangan HAM
tertentu( contohnya ILO,
UNESCO, WHO ) dan dari sub komisi dibawahnya, dimana ( setelah diterima Dewan Ekonomi dan
Sosial ) laporan dan draft tersebut kemudian diteruskan kepada Majelis Umum
untuk disetujui.
Dewan Ekonomi dan Sosial dapat
membentuk Komisi-Komisi dalam menjalankan tugasnya. Hal tersebut berdasarkan
Pasal 68 Piagam PPB yang menyatakan : Dewan Ekonomi dan Sosial akan membentuk
komisi-komisi di bidang ekonomi dan sosial untuk memajukan hak-hak asasi
manusia dan komisi-komisi lainnya apabila diperlukan untuk menjalankan
tugas-tugasnya. Berdasarkan Pasal tersebut Dewan Ekonomi dan Sosial telah
membentuk :
- Komisi Hak Asasi Manusia : Komisi ini juga telah membentuk sub komisi pencegahan diskriminasi dan perlindungan terhadap kaum minoritas.
b. Komisi untuk
status perempuan.
Dewan
Ekonomi dan Sosial juga dapat membentuk Komite Ad hoq yang terdiri dari
wakil-wakil negara anggota, dapat menunjuk para ahli yang diajukan pemerintah
masing-masing negara atau orang-orang terkemuka yang membantu dalam kapasitas
pribadinya. Pada saat-saat tertentu, Dewan Ekonomi dan Sosial juga dapat
menunjuk atau memberikan wewenang kepada Sekretaris Jenderal PBB untuk menunjuk
pelapor khusus ( special rapporteur )
atau komite para ahli untuk mempersiapkan laporan mengenai masalah masalah yang
bersifat teknis seperti masalah pemantauan, investigasi ataupun pengaduan.[11]
Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Komisi HAM PBB merupakan Badan PBB
yang mempunyai peranan terpenting dalam bidang HAM. Pembentukan komisi Hak
Asasi Manusia direkomendasikan oleh Komisi Persiapan PBB pada tahun 1945 untuk
menangani masalah-masalah hak asasi manusia. Komisi HAM PBB dibentuk oleh Dewan
Ekonomi dan Sosial pada tahun 1946, sehingga dalam melaksanakan tugasnya komisi
bertanggung jawab kepada Dewan Ekonomi dan Sosial. Pada tahun 1946, Komisi
diberikan mandat oleh untuk membuat :
- Rumusan suatu Deklarasi sebagai dasar untuk mengakui hak-hak manusia
- Rumusan suatu Deklarasi atau Konvensi mengenai kebebasan sipil, status wanita, kebebasan informasi dan hal-hal serupa.
- Pencegahan diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama.
- Perlindungan bagi minoritas.
- Hal-hal lain yang berkaitan dengan HAM.
Berdasarkan hal tersebut, komisi mulai
menyusun suatu rumusan Deklarasi yang di dalamnya mengakui Hak-Hak Manusia dan
berlaku universal. Proses penyusunan tersebut akhirnya menghasilkan Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia ( DUHAM ). Pada awal penyusunannya, status dari
DUHAM ini menimbulkan perdebatan. Dari segi hukum kebiasaan internasional,
ketentuan-ketentuan yang ada dalam Deklarasi ini mengikat untuk seluruh negara.
Dari segi hukum, status dari Deklarasi ini tidak mengikat pada suatu negara
karena Deklarasi tidak mensyaratkan adanya suatu proses untuk terikat pada
perjanjian seperti adalah ratifikasi , akseptasi ( acceptance ), Penyetujuan (
approval ) dan ikut serta ( accesion).[12]
Berdasarkan hal tersebut, Komisi
merumuskan dan menyusun agar ketentuan- ketentuan yang ada dalam Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia dapat menjadi suatu Perjanjian Internasional yang
mengikat secara hukum kepada negara. Proses perumusan itu membagi
ketentuan-ketentuan yang ada dalam DUHAM menjadi dua kovenan, yaitu Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik serta Kovenan Internasional tentang
Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Pada tahun 1948, Deklarasi dan kedua Kovenan
ini diterima oleh Majelis Umum PBB. Khusus untuk kedua kovenan, Majelis Umum
dan membukanya untuk proses penandatanganan dan ratifikasi sebagai syarat
terikatnya suatu negara pada kovenan tersebut.
Pada tahun 1967, Komisi HAM PBB
mulai diberikan mandat untuk mengomentari, memberi nasehat dan memberikan
bantuan teknis terhadap permasalahan-permasalahan hak asasi manusia. Mandat ini
ada setelah selama lima belas tahun Komisi HAM PBB menyusun suatu menisme untuk melakukan suatu
investigasi dan pencarian fakta agar memperoleh informasi terhadap
pemasalahan-permasalahan hak asasi manusia, baik yang terjadi di suatu negara
atau secara global. Untuk menjalankan mandatnya, Komisi HAM PBB mendirikan
kantor-kantor perwakilan di negara-negara dan kemudian melakukan
aktifitas-aktifitas seperti pelatihan, pembaharuan hukum serta rencana rencana
aksi yang berkaitan dengan Hak asasi
manusia di tingkat lokal. Aktifitas
komisi yang paling penting adalah aktifitas dan mekanisme pemantauan dalam
rangka penanganan terhadap pelanggaran hak asasi manusia.
Dalam menjalankan mandatnya, komisi
menemukan beberapa kendala. Secara teoritis komisi seharusnya melayani ide
mulia dari perlindungan HAM, tetapi pada kenyataannya komisi tersebut terdiri
dari perwakilan negara-negara yang bertindak dan membuat keputusan berdasarkan
kriteria politis. Dalam sesi pertemuan tahunan komisi, seharusnya dihadiri
perwakilan dari 53 negara anggotanya, namun kenyataan yang terjadi adalah
banyaknya pihak-pihak lain yang hadir seperti para politisi dengan posisi yang
tinggi, diplomat, pakar HAM, perwakilan dari organisasi regional, media,
aktifis HAM dari berbagai negara yang semuanya sudah diberikan status
konsultatif oleh Dewan Ekonomi dan Sosial.[13] Dengan kata lain sesi pertemuan Komisi ini
sudah menjadi konferensi HAM yang besar. Keanggotaan di Komisi HAM PBB dipilih
oleh Dewan Ekonomi dan Sosial, sehingga negara negara yang menjadi anggota
hanya bertanggung jawab kepada Dewan Ekonomi dan Sosial, tidak kepada negara
anggota PBB secara keseluruhan.
Dewan HAM Perserikatan Bangsa Bangsa.
Berdasarkan kendala-kendala yang
dialami oleh Komisi HAM PBB, pada akhirnya Komisi HAM PBB dibubarkan dan
digantikan dengan Dewan HAM PBB. Pada 15 Maret 2006, Majelis Umum mengadopsi
Resolusi 60/251 untuk membentuk Dewan Hak Asasi Manusia ( Human Rights Council ). Resolusi ini dikeluarkan dengan dukungan
dari 170 negara. Pembentukan Dewan HAM PBB adalah untuk menggantikan Komisi HAM
PBB. Dewan HAM PBB ini dinilai akan memaksimalkan kinerja untuk perlindungan
dan pemenuhan Hak Asasi Manusia di Dunia. Berdasarkan Resolusi tersebut, Dewan
HAM PBB yang dibentuk pada 9 Mei 2009, beranggotakan 47 Negara yang dipilih
berdasarkan pertimbangan geografis yaitu 13 negara Asia-Pasifik; 6 Negara Eropa
Timur; 8 Negara Amerika Latin dan Karibia, 7 Negara Eropa Barat dan
negara-negara lainnya. Badan baru ini mengawali sidang pertamanya pada 19 Juli
2006.
Ada beberapa perbedaan antara Dewan
HAM PBB dengan Komisi HAM PBB. Yang pertama masalah keanggotaan. Komisi HAM PBB
dibentuk oleh Dewan Ekonomi dan Sosial sehingga Keanggotaan dalam komisi HAM
PBB dipilih dan bertanggungjawab pada Dewan Ekonomi dan Sosial. Sementara Dewan
HAM dibentuk oleh Majelis Umum, sehingga seluruh negara-negara anggota Dewan
HAM bertanggung jawab kepada mayoritas negara-negara anggota PBB.[14]
Negara yang menjadi anggota Dewan HAM PBB diwajibkan untuk menyatakan
komitmennya untuk bekerja sama dan mengupayakan standar paling tinggi promosi
dan perlindungan HAM. Majelis Umum berhak untuk menghentikan hak dan
keistimewaan negara anggota Dewan HAM PBB jika dinilai melakukan kejahatan hak
asasi manusia yang berat dalam periode keanggotaannya. Pemberhentian ini
diusulkan oleh 2/3 negara anggota
Majelis Umum. Kriteria penilaian semacam ini tidak dikenal dalam Komisi HAM
PBB. Dari aspek jangka waktu
keanggotaan, keanggotaan sebuah negara dalam Komisi HAM PBB tidak dibatasi,
sedangkan masa keanggotaan Dewan HAM PBB yakni 3 tahun dan tidak dapat dipilih
lagi setelah menjadi anggota Dewan HAM untuk 2 periode berturut turut. Dewan
HAM PBB berkantor di Jenewa dan bersidang tidak kurang dari 3 sesi pertahun
untuk total minimal 10 Minggu. Dewan HAM PBB juga dapat menyelenggarakan sesi
khusus ( special session ) jika
dinilai ada kondisi mendesak, berdasarkan usulan dari 1/3 anggota Majelis Umum.
Sebelumnya, Komisi HAM PBB hanya bersidang satu kali pertahun dengan waktu
sidang hanya 6 minggu.
Dalam sidang pertamanya, Dewan HAM
PBB memutuskan bahwa mekanisme pemantauan terhadap HAM yang dijalankan Komisi
HAM PBB, tetap dijalankan oleh Dewan HAM PBB. Mekanisme pemantauan Hak Asasi
Manusia yang dijalankan oleh Dewan HAM PBB adalah melalui empat prosedur yaitu
melalui : Prosedur Khusus, Kelompok Kerja, Komite Penasehat dan Prosedur Pengaduan.
Badan-Badan Yang Didirikan Berdasarkan
Instrumen-Instrumen Hak Asasi Manusia
PBB.
Perkembangan instrumen
Internasional Hak Asasi Manusia, mengalami kemajuan yang sangat pesat di bawah
Perserikatan Bangsa Bangsa. Instrumen ini meliputi perjanjian internasional,
baik berupa kovenan, konvensi dan statuta serta standar-standar normatif lainnya
seperti kode etik, code of conduct
ataupun rekomendasi. Munculnya berbagai instrumen internasional ini menunjukkan
bahwa PBB memberikan perhatian dibidang perlindungan Hak Asasi Manusia dengan
dukungan komunitas internasional. Instrumen internasional HAM ini membuka
kesempatan bagi negara-negara untuk terikat dengan melakukan suatu proses
ratifikasi. Dengan diratifikasinya suatu instrumen internasional HAM membawa
dampak bahwa perjanjian internasional mempunyai kekuatan hukum yang mengikat di
dalam hukum nasional suatu negara. Dengan demikian, negara yang bersangkutan
telah menerima obligasi ( kewajiban ) internasional untuk
mempromosikan, menghormati, melindungi dan memenuhi hak hak asasi manusia.
Semua negara yang mengesahkan satu atau lebih perjanjian
internasional tersebut berkewajiban untuk menyampaikan laporan berkala mengenai
tindakan- tindakan yang diambil negara tersebut
untuk mengimplementasikan standar hak asasi manusia yang tercantum dalam
konvensi-konvensi tersebut. Negara wajib menyerahkan laporan secara berkala
kepada institusi pengawas dalam rangka mekanisme dan prosedur pengawasan atas
implementasi ketentuan-ketentuan yang dimandatkan instrumen internasional hak
asasi manusia. Fungsi-fungsi utama pelaporan oleh negara adalah :
- Untuk memastikan bahwa negara pihak melakukan pembahasan peraturan perundang – undangan nasional, peraturan administratif, tatacara dan praktek secara penuh untuk memastikan agar semua sesuai dan berjalan sesuai dengan ketentuan ketentuan yang disebut dalam kovenan.
- Untuk memastikan dilakukannya pemantauan secara teratur oleh negara pihak terhadap ketentuan ketentuan yang digariskan dalam kovenan.
- Adanya gambaran situasi yang sesungguhnya mengenai pemenuhan hak- hak yang dijamin oleh kovenan dan untuk menilai perlindungan individu yang sesungguhnya.
- Merupakan dasar bagi pengembangan kebijakan nasional yang tepat dan bertujuan jelas dalam bidang ini.
- Mengakomodasi pengawasan publik dengan kebijakan pemerintah dan melibatkan sektor privat dalam perumusan, implementasi dan pembahasan dari kebijakan yang berkaitan dengan HAM.
- Merupakan dasar penilaian baik bagi para negara-negara pihak maupun komite atas kemajuan dalam implementasi hak-hak
- Menyediakan dasar yang lebih baik bagi negara-negara pihak untuk memahami permasalahan yang terkait dengan implementasi hak-hak.
- Mengakomodasi pertukaran informasi antara negara pihak.
Intrumen internasional
yang memuat mekanisme dan prosedur pengawasan, membentuk institusi untuk
menjalankan fungsi pengawasan ini. Institusi yang dimaksud inilah yang disebut
dengan Komite. Saat ini setidaknya ada enam Komite yang menjalankan fungsi
pengawasan yang dimandatkan instrumen internasional tentang hak asasi manusia
yang dikeluarkan oleh PBB. Komite
tersebut adalah :
1.
Komite
Penghapusan Diskriminasi Rasial
2.
Komite Hak
Asasi Manusia.
3.
Komite Hak Ekonomi
sosial dan budaya
4.
Komite
Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan.
5.
Komite Menentang
Penyiksaan.
6.
Komite Tentang Hak Anak.
Badan-Badan Khusus Perserikatan Bangsa Bangsa.
Badan-badan khusus
ini adalah merupakan organisasi internasional independen yang sah dengan Piagam
pendiriannya sendiri dan juga negara-negara anggota mereka sendiri. Badan-badan
ini kemudian di sebut Badan-Badan Khusus PBB sebagai konsekwensi dari Pasal 57
Piagam PBB yang menyatakan Berbagai badan-badan khusus yang didirikan
atas persetujuan antar pemerintah dan mengemban tanggung jawab internasional
yang luas, sebagaimana ditetapkan oleh peraturan dasarnya, dibidang ekonomi,
sosial, kebudayaan, pendidikan, kesehatan maupun bidang yang berkaitan dengan
itu, ditempatkan dalam suatu hubungan dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa sesuai
dengan ketentuan Pasal 63. Badan-badan demikian yang telah berhubungan dengan
Perserikatan Bangsa-Bangsa selanjutnya akan disebut Badan Badan khusus.
Pasal 63
Piagam PBB :
- Dewan Ekonomi dan Sosial dapat ikut serta dalam persetujuan persetujuan dengan tiap-tiap badan badan khusus yang disebutkan dalam Pasal 57, dengan menentukan syarat-syarat mengenai hubungan badan badan yang bersangkutan itu dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Persetujuan persetujuan seperti itu harus mendapat persetujuan Majelis Umum
- Dewan dapat menyatukan kegiatan-kegiatan badan-badan khusus dengan jalan mengadakan konsultasi dan memberikan rekomendasi kepada badan-badan itu dan melalui rekomendasi kepada Majelis Umum dan kepada anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pasal 57 dan 63
Piagam PBB mendefinisikan bahwa Dewan Ekonomi dan Sosial mempunyai tanggung
jawab utama untuk mengkordinasi kegiatan-kegiatan badan-badan khusus dan
integrasi-kegiatan mereka dalam administrasi Badan-Badan PBB. Sebuah Komite di
PBB yaitu Komite Administratif bertanggung jawab untuk pelaksanaan perjanjian
antara PBB dan badan-badan khususnya. Badan -badan khusus yang sangat erat kaitannya
dengan HAM adalah :
1. Komisi
Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa
(UNHCR).
2. Organisasi
Buruh Internasional (International Labour Organisation - ILO).
3.
Organisasi
Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB ( UNESCO ).
4. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO).
5. Organisasi Pangan dan
Pertanian ( FAO ).
Simpulan.
Perserikataan Bangsa
Bangsa ( PBB ) sebagai organisasi internasional yang mempunyai fungsi
dan tanggung jawab kolektif dalam menjaga perdamaian dan keamanan internasional
berusaha untuk memajukan dan melindungi hak-hak asasi manusia
di seluruh penjuru dunia dan untuk semua bangsa. Upaya yang dilakukan untuk
memajukan hak-hak asasi manusia bukan saja mencakup perlindungan atas
individu dalam kategori kategotri tertentu saja tetapi mempunyai sasaran yang
lebih luas yaitu melindungi dan mmenjamin hak semua orang. Didorong dengan kesadaran yang mendalam ini, PBB membentuk badan-badan HAM. Badan-badan HAM PBB ada yang didirikan berdasarkan
kewenangan dari salah satu organ utama PBB, kemudian badan-badan HAM yang
didirikan berdasarkan instrumen-instrumen internasional HAM yang dikeluarkan
oleh PBB serta badan-badan HAM yang termasuk dalam kategori badan-badan khusus
PBB. Badan – badan HAM PBB ini melakukan kegiatan kodifikasi, pemantauan, evaluasi,
menerima laporan dari negara-negara dan kegiatan – kegiatan lainnya yang
terkait dengan hak – hak asasi manusia. Pembentukan badan-badan HAM di bawah
PBB ini merupakan bentuk nyata komitmen yang mendalam dari PBB sendiri sesuai
dengan semangat Piagam PBB dalam rangka memajukan dan mendorong penghormatan
terhadap hak-hak asasi serta kebebasan dasar Manusia.
Oleh Rani Purwanti Kemalasari
Alumni Fakultas Hukum Universitas Trisakti Jurusan Hukum Internasional
Alumni Pasca Sarjana Universitas Padjajaran Jurusan Universitas Padjajaran.
DAFTAR PUSTAKA
A.
Instrumen Internasional
Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa.
Deklarasi Universal Hak Hak Asasi Manusia.
Kovenan Hak Hak Sipil dan Politik.
Kovenan Hak Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
B.
Literatur
Boer Mauna , Hukum Internasional , Pengertian , Peranan dan Fungsi Dalam Era
Dinamika Global,Penerbit PT Alumni bandung , 2005.
D.W.Bowett Q.C.LL.D, The Law of International Institutional”,
diterjemahkan oleh Bambang Iriana Djajaatmadja, S.H, Hukum Organisasi
Internasional, Sinar Grafika, Jakarta
Haryomataram, Hukum Humaniter, CV.
Rajawali, Jakarta
J.G Starke ,Pengantar
Hukum Internasional ,Sinar Gratika , Jakarta.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Lembar Fakta HAM, Edisi ke II.
Nowak, Manfred,
Introduction to the international Human Rights Regime, diterjemahkan oleh
Sri Sulastini, Editor, Djumantoro Purbo, Pengantar Rezim Hak Asasi Manusia
Internasional, Raoul Wallenberg Institute of Human Rights and Humanitarian Law
bekerjasama dengan Departemen Hukum dan HAM indonesia dan Swedish International
Development Cooperation Agency ( SIDA) ,Jakarta.
Rhona.K.M.Smith, dkk, Hukum
Hak Asasi Manusia, Pusat Studi Hukum Hak Asasi Manusia ( PUSHAM UII ),
Jogyakarta, Maret,2008.
Scott Davidson, Hak
Asasi Manusia: Sejarah, Teori dan praktek dalam pergaulan internasional,
Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2004.
Sumaryo
Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Organisasi
Internasional, Penerbit Alumni, Bandung, 1997.
[1] D.W.Bowett Q.C.LL.D, The Law of International
Institutional”, diterjemahkan oleh Bambang Iriana Djajaatmadja, S.H,
Hukum Organisasi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2007.hlm.21.
[2] Article 22 ( 1 ) The Covenant of the League of Nations :
to those colonies and territories which as a consequence of the late war have
ceased to be under the sovereignty of the states which formerly governed them
and which are inhabited by peoples not yet able to stand by themselves under
the strenuous conditions of the modern world, there should be applied the
principle that the well being and development of such peoples from a sacred
trust of civilisation and that securities for the performance of this trust
should be embodied in this covenant
[3] D.W.Bowett Q.C.LL.D, The Law of
International Institutional,Op.cit,hlm.22.
[4]Mukadimah Piagam PBB: Kami
rakyat Perserikatan Bangsa-bangsa bertekad : “ Untuk memperteguh kepercayaan
pada hak-hak asasi manusia, pada harkat dan derajat diri manusia, pada
persamaan hak, baik bagi pria maupun wanita dan bagi segala bangsa besar dan
kecil ( paragraf 2 ).
[5] Pasal 1 Piagam
PBB.
[6] Pasal 4 Ayat ( 1 )
Piagam PBB : Keanggotaan PBB terbuka bagi semua negara yang cinta damai yang
menerima kewajiban-kewajiban yang tertera dalam Piagam ini dan atas penilaian
organisasi ini , sanggup dan bersedia melaksanakan kewajiban kewajiban ini.
[7] Pasal 7
Ayat ( 1 ) Piagam PBB : Telah dibentuk sebagai organ-organ utama Perserikatan
Bangsa Bangsa : Majelis Umum, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial,
Dewan Perwalian, Mahkamah Internasional Perwalian, Mahkamah Internasional dan Sekretariat.
[8] Pasal 1 Ayat 3 Piagam PBB.
[9] Pasal 9 Ayat 1
Piagam PBB.
[10] Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia, Lembar Fakta HAM, Edisi ke II. hlm.3.
[11] Ibid.hlm.3.
[12] Berdasarkan Pasal 2 Ayat 1 ( b ) Konvensi
Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian :
Ratifikasi , Akseptasi (
acceptance ), Penyetujuan ( approval
) dan ikut serta ( accesion)
yaitu tindakan internasional apapun
namanya yang dengan mana suatu negara menyatakan, pada tingkatan internasional
persetujuannya untuk diikat oleh suatu perjanjian.
[13] Pasal 71 Piagam PBB : Dewan Ekonomi dan Sosial
dapat membuat pengaturan-pengaturan yang
layak untuk diadakannya konsultasi-konsultasi dengan lembaga-lembaga non
pemerintah yang mempunyai hubungan dengan hal-hal yang termasuk dalam
lingkungan wewenangnya. Persiapan -persiapan demikian dapat dibuat dengan
organisas-organisasi internasional dan dimana perlu dengan organisasi nasional
sesudah dikonsultasikan dengan anggota PBB yang bersangkutan.
[14] Berdasarkan Pasal
9 Piagam PBB : Majelis Umum terdiri dari semua anggota-anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar